Di era keterbukaan
informasi ini segala macam berita bisa diakses dengan cepat melalui internet,
bahkan gadget sekarang mampu digunakan layaknya sebuah komputer. Kemajuan ini
tentu saja diiringi dengan berbagai masalah yang terjadi, utamanya dalam penyebaran
informasi. Berita-berita yang terdapat dalam media online begitu update dan
cepat sekali menyebar ke berbagai penjuru. Setiap orang bisa mengaksesnya tanpa
adanya filter, sehingga tidak menutup kemungkinan benar atau tidaknya berita
tersebut belum bisa dipastikan.
Sebagai seorang muslim
yang harus dilakukan pertama kali jika mendengar atau membaca sebuah berita ada
berbaik sangka (huznudzon), kemudian Allah memerintahkan kita untuk
melakukan tabayyun (klarifikasi), sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Alquran
surat al Hujurat ayat 6 ; “Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan menyesal atas perbuatanmu itu.”
Sikap yang benar yang
harus dilakukan agar kita tidak terpancing oleh berita fitnah ialah sebagaimana
ajaran Islam membimbing kita, di antaranya: Tidak semua berita harus kita
dengar dan kita baca, khususnya berita yang membahas aib dan membahayakan
pikiran. Tidak terburu-buru dalam menanggapi berita, akan tetapi diperlukan
tabayyun dan pelan-pelan dalam menelusurinya. Rasululloh sallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Pelan-pelan itu dari Allah, sedangkan terburu-buru itu dari
setan.” (Musnad Abu Ya’la: 7/247, dishohihkan oleh al-Albani: 4/404), Al-Imam
Hasan al-Bashri rahimahulloh berkata: “Orang mukmin itu pelan-pelan sehingga
jelas perkaranya.”.
Sudah jelas bahwa Islam
dengan benar telah mengajarkan sikap yang tersebut, hal ini juga akan
memperkuat kita dalam mengambil sebuah keputusan, semisal jika ada saudara kita
yang telah lama tidak mengikuti kegiatan-kegiatan bersama dengan kita, tanpa
kita tahu keadaannya sehingga kita terlalu cepat dalam mengambil keputusan
untuk menghakiminya. Bahkan karena ada sedikit masalah dengannya, masalah
tersebut menjadi berkembang dan menjalar kemana-mana, masa lalu pun diungkit-ungkit
untuk mencari-cari kesalahan, aib diumbar ke mana-mana tanpa ada batasan. Hal
itu dapat merusak sebuah hubungan persaudaraan yang sudah dibangun sekian lama,
hanya karena kesalahan sedikit merusak segalanya. Kalimat islah (berdamai) pun hanya menjadi sebuah
kata-kata tanpa makna. Perasaan egoisme saling merasa dirinya yang paling benar
begitu tinggi membuat hubungan sulit berjalan dengan mulus.
Begitu pula yang terjadi
pada para pemimpin negeri ini, sebagai pejabat Negara yang seharusnya
mendamaikan dan menyejahterakan rakyat, justru mereka melakukan perbuatan yang
tidak sepantasnya terjadi. Seorang pemimpin haruslah menjadi teladan untuk
rakyatnya. Menciptakan perdamaian dalam masyarakatnya.
Persaudaraan dalam Islam
seperti bangunan struktur yang kokoh dan kuat. Masing-masing struktur bangunan
itu saling memperkokoh dan memperkuat persaudaraan. Rasulullah pernah bersabda:
“Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat
dan shaum?” tanya Rasulullah SAW. Sahabat menjawab, “Tentu saja!” Rasulullah
pun kemudian menjelaskan, “Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan
persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang
terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwah
di antara mereka, (semua itu) adalah amal shalih yang besar pahalanya.
Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya,
hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan” (H.R. Bukhari-Muslim).
Seorang muslim harus
seperti anggota badan yang satu. Jika salah satu anggota badan sakit badan yang
lain turut merasakan sakit. Di dalamnya ada solidaritas. Merasa prihatin atas
penderitaan yang dirasakan orang lain.
Jangan biarkan
kesalahpahaman tumbuh. Jangan biarkan adanya potensi dan bibit-bibit perpecahan
atau pertengkaran. Segeralah diselesaikan jika ada. Tabayyun dan Islah adalah bagian dari
kewajiban kita. Dengan budaya tabayyun dan islah kita harus meluruskan
yang tidak lurus, mendamaikan yang tidak damai, dan menghilangkan
kesalahpahaman.
Wallahu’alam bishowwab.
sumber: Dakwatuna.com
oleh #kabid-syiar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar