Pada suatu hari, Rasulullah bersabda pada para
sahabatnya : “Seorang lelaki menziarahi saudaranya karena Allah. Lalu Allah
mengutus malaikat untuk menanyakan, “Hendak kemana kamu?” Ia menjawab, “Aku
hendak mengunjungi saudaraku si Fulan.” Malaikat bertanya. “Karena suatu
keperluanmu yang ada padanya?” Ia menjawab, “Tidak.” Malaikat bertanya, “Karena
kekerabatan antara dirimu dan dia?” Ia menjawab, “Tidak.” Malaikat bertanya,
“Karena nikmat yang telah diberikannya padamu?” Ia menjawab, “Tidak.” Malaikat
bertanya, “Lalu karena apa?” Ia menjawab, “Aku mencintainya karena Allah.”
Malaikat berkata, “Sesungguhnya Allah telah
mengutusku untuk menemuimu dan memberitahukan bahwa Dia mencintaimu karena
cintamu padanya, dan Dia telah memastikan surga untukmu.” (HR.
Muslim).
Saudaraku, sungguh berharga imbalan yang diberikan
Allah pada orang-orang yang saling mencintai karena-Nya. Harga itu sangatlah
pantas, karena rasa cinta yang berbalut dengan ukhuwah, bukanlah suatu hal yang
mudah untuk dilakukan. Ukhuwah tidak sesederhana yang sering dipoleskan dalam
aktivitas dakwah kita selama ini. Saudaraku, ada baiknya kita kaji sejenak, bagaimana
seseorang dengan seorang yang lainnya berada dalam satu ikatan bernama "Ukhuwah".
Pertama, berkaitan
dengan harta. Persaudaraan antara dua orang menuntut adanya empati dalam
kesusahan dan kesenangan, partisipasi dalam urusan dunia dan akherat, dan
lenyapnya ‘privasi’ dan egoisme. Mereka mencampur harta mereka tanpa membedakan
sebagiannya dari sebagian yang lain. Akan sangat dipertanyakan, jika mereka
masih mengatakan, ‘Sandalku’, karena ia masih menyebutkan dirinya yang memiliki
barang itu. Ali bin al-Husain ra berkata pada seseorang, “Apakah salah seorang
diantara kamu memasukkan tangannya ke dalam kantong saudaranya lalu mengambil
apa yang diinginkannya tanpa seijinnya?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Ali bin
al-Husain berkata, “Kalau begitu, kalian bukanlah orang-orang yang Bersaudara.”
Oleh karena itu infaq kepada saudaranya lebih utama daripada shodaqoh pada
fakir miskin. Ali pernah berkata, “Sungguh, duapuluh dirHam yang aku berikan
kepada saudaraku karena Allah lebih aku sukai ketimbang aku bershadaqah seratus
dirham kepada fakir miskin.”
Kedua, berkaitan
dengan memberi bantuan dengan jiwa dibanding kebutuhan sendiri. Tingkatan yang
paling rendah adalah, memenuhi permintaan pada saat diminta dan ketika dia
mampu maka disertai dengan wajah yang berseri-seri dan menunjukkan rasa senang.
Pada tingkatan tertinggi, seorang saudara akan berusaha memenuhi kebutuhan
saudaranya, sehingga tidak sampai meminta-minta dan menampakkan keperluannya
akan bantuan. Kemudian berusaha menambah, mengutamakan dan mendahulukannya
ketimbang kerabat dan anak-anak. Al Hasan pernah berkata, “Saudara kami lebih kami cintai ketimbang keluarga dan
anak-anak kami. Karena keluarga mengingatkan kami kepada dunia, sedangkan
saudara mengingatkan kami pada akherat.”
Ketiga, berkaitan
dengan lidah yaitu diam. Diam yang dimaksudkan adalah tidak menyebutkan aibnya
ketika saudaranya tidak ada dihadapannya tapi melupakannya, tidak mencari tahu
dan menanyakan tentang keadaannya karena ia berkeberatan untuk menyebutkannya
atau perlu berdusta untuk menjelaskannya, tidak mengungkapkan rahasianya
sekalipun telah terputus dan tidak akrab lagi, tidak mencela orang-orang yang
dicintainya, tidak menceritakan Celaan orang lain terhadap dirinya. Sebagaimana
harus diam tidak menyebutkan keburukan saudara dengan lidah, demikian pula
harus diam, tidak menyebutkannya dengan hati, yaitu prasangka buruk padanya.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan, “Janganlah kalian mencari-cari, janganlah
kalian memata-matai, dan janganlah kalian saling memutusan hubungan, janganlah
kalian saling membuat makar, dan jadilah kalian hamba-hamba yang bersaudara.”
Ketahuilah saudaraku, bahwa persaudaraan itu dilakukan dengan adaptasi dalam
ucapan, perbuatan dan kepedulian.
Keempat, berkenaan
dengan lidah yakni mengungkapkan. Ukhuwah, sebagaimana mengharuskan diam untuk
tidak mengungkapkan hal-hal yang disukai, juga mengharuskan pengungkapan
hal-hal yang dicintai, agar bisa diambil pelajaran darinya. Sebab arti ukhuwah
adalah ikut serta dalam merasakan kegembiraan dan kesulitan. Saling mencintai
di kalangan orang-orang beriman merupakan tuntutan syari’at dan sangat dicintai
agama. Dan megungkapkan rasa cinta ini pada saudara merupakan perintah dari
Rasulullah. Demikian pula menolak celaan yang diberikan pada saudara kita
adalah wajib dalam akad ukhuwah. Mujahid berkata, Janganlah kamu menyebut
saudaramu disaat tidak ada di hadapanmu kecuali sebagaimana kamu ingin dia
menyebutmu di saat kamu tidak ada dihadapannya.”
Kelima, memaafkan
kekeliruan. Kekeliruan yang dilakukan oleh saudara, tidak terlepas dari dua hal
: berkaitan dengan agamanya yaitudengan melakukan kemasiatan. Maka kita harus
menasehatinya dengan lemah lembut sehingga meluruskan dan mengembalikannya ke
jalan yang benar. Diceritakan bahwa salah seorang dari dua orang salaf yang
bersaudara menyimpang dari garis istiqomah, lalu dikatakan pada saudaranya,
“Mengapa kamu tidak memutus hubungan dan menjauhinya?”. Ia menjawab, “Ia lebih
memerlukan diriku pada saat seperti ini. Ketika dia tergelincir, aku harus
mengambil tangannya, menegurnya dengan lemah lembut dan mengajaknya kembali
pada keadaannya semula.” Adapun yang kedua, berkenaan dengan kurangnya dalam
memenuhi hak ukhuwah, sehingga menimbulkan kekurangsenangan. Dan hal utama yang
perlu dilakukan adalah mema’afkan dan bersabar. Bersabar atas tindakan yang
menyakitkan dari seorang saudara adalah lebih baik ketimbang mencelanya, dan
mencelanya lebih baik ketimbang memutusnya, dan memutusnya lebih baik ketimbang
memusuhinya. Allah berfirman, “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih saying
antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi diantara mereka.” (al-Mumtahanah:
7)
Keenam,
mendo’akan. Mendo’akan saudara semasa hidupnya dan sesudah kematiannya
dengan segala apa yang dicintainya untuk diri,
keluarga, dan semua hal yang berkaitan dengan dirinya. Dalam sebuah hadits
diriwayatkan, “Doa seseorang untuk saudaranya dalam kejauhan tidak tertolak.”
Ketujuh, setia dan
ikhlas. Setia maksudnya adalah mencintai hengga kematiannya, karena cinta itu
dimaksudkan untuk akherat . Termasuk kesetiaan adalah menghargai semua
anak-anak, kerabat, teman dan orang-orang yang terkait dengannya. Termasuk
kesetiaan adalah bertawadhu’ kepada saudaranya meskipun kedudukannya lebih
tinggi, tidak memperdengarkan berbagai pemberitaan orang kepada saudaranya,
tidak berteman dengan musuh temannya.
Kedelapan,
meringankan dan tidak memberatkan. Yaitu tidak membebani saudaranya dengan
sesuatu yang menyulitkannya, tetapi meringankan berbagai beban dan
kebutuhannya. Tidak meminta uluran harta dan kedudukan darinya.Memperhatikan
keadaannya dan melaksanakan hak-haknya, bahkan cintanya tidak dimaksudkan
kecuali karena Allah dengan mengharap keberkahan do’anya, rasa senang bertemu
dengannya, dukugan terhadap agamanya dan taqarrub kepada Allah dengan
menunaikan hak-haknya. Ali ra berkata, “Seburuk-buruk teman adalah yang
membebani dirimu, membuat dirimu merasa perlu untuk berbaik-baikan dan
mendesakmu untuk meminta maaf.” Ditanyakan kepada sebagian mereka, “Dengan
siapakah kami harus bersahabat?” Dijawab, “Orang yang meringankan bebanmu dan
meniadakan ganjalan formalitas antara dirimu dan dirinya.” Apabila seseorang
telah melakukan empat hal di rumah saudaranya, maka telah sempurnalah
keakrabannya, yaitu apabila makan di sisinya, masuk kamar mandi, shalat dan
tidur.
Saudaraku, itulah sejumlah hak persahabatan yang perlu
dilaksanakan dalam sebuah ikatan ukhuwah. Hal itu tidak akan sempurna kecuali
jika kita mengutamakan hak-hak itu untuk saudara ketimbang diri sendiri.
Berkaitan dengan mata, maka kita harus memandang mereka dengan kasih sayang,
memandang kebaikan dan menutup mata dari aib mereka, tidak memalingkan
pandangan saat kedatangan dan pembicaraan dengan mereka. Berkaitan dengan
pendengaran, kita harus mendengarkan mereka dengan penuh kenikmatan,
membenarkannya, menampakkan rasa gembira, tidak memotong pembicaraan dengan
bantahan, tidak menentang dan menyanggahnya. Berkaitan dengan lidah, telah
disebutkan pada hak-hak diatas. Berkaitan dengan kedua tangan, maka membantu
mereka dalam setiap hal yang harus dilakukan dengan tangan. Berkaitan dengan
kedua kaki, maka berjalan dibelakang mereka, tidak mendahului kecuali
dipersilahkan, tidak duduk kecuali bersamaan dengan mereka.
Saudaraku, jika telah tercapai kesatuan maka terasa ringan
untuk mengemban hak-hak ini. Dan semua yang kita lakukan adalah cermin
adab-adab batin dan kejernihan hati. Sehingga ia tidak perlu memaksa diri
menampakkan apa yang ada di dalamnya. Siapa yang pandangannya terarah kepada
persahabatan makhluk maka terkadang bengkok dan terkadang lurus. Tetapi siapa
yang pandangannya terarah kepada pencipta maka akan selalu istiqomah zhahir dan
batin. Ia akan menghiasi batinnya dengan cinta kepada Allah dan makhluknya dan
menghiasi zhahirnya dengan ibadah kepada Allah dan melayani makhluknya, karena
ia merupakan bentuk pelayanan kepada Allah.
Saudaraku, menghidupkan nilai ukhuwah adalah jalan
pertama untuk terjadinya saling tolong menolong atas dasar ketaqwaan kepada
Allah. Oleh karena itu marilah kita berusaha untuk mengikatkan hati-hati kita
dalam ukhuwah yang indah dan diridhoi olehNya.
@Ukhti Alvisari
luar biasa
BalasHapus