“HIJABKU-TAATKU-HIDUPKU-GAYAKU, In Syaa Allah”
Oleh:
Indiyani Lahmi
Aku lahir dan besar dilingkungan
masyarakat muslim, keluargaku, sanak saudara, tetangga, bahkan semua yang kukenal
diwaktu kecil beragama islam. Aku hanya tahu bahwa ada agama selain islam dari
pelajaran di sekolah. Ya memang aku tinggal dikalangan umat
muslim, tetapi disana tidak seorang pun muslimah yang mengenakan jilbab.
Meskipun mereka sangat taat menjalankan kewajiban sebagai hamba-Nya juga sunnah
sebagai umatnya. Termasuk keluargaku, jika dibilang taat, ya taat.
Ets, kecuali yang satu ini, pakaian syar’i
alias hijab bagi kaum hawa.
Aku sama sekali tidak dikenalkan
dengan yang namanya hijab, alhasil
sedikit pun tak ada
keinginan untuk mengenakannya. (Aku mengenal hijab dari kakakku “Deta Maya
Shofa/Deya Nur Latifah” yang bersekolah dipondok pesantren).
Oktober 2008,
Keluargaku pindah ke kota Krui, kota
kecil di pesisir pantai kabupaten Lampung Barat (dulu) Pesisir Barat
(sekarang), dikarenakan Bak (Ayah-Lampung) pindah tugas. Saat itu aku baru
masuk SMP, ± 2-3 bulan di SMPN 2 Pesisir Utara dan harus
pindah ke SMPN 2 Pesisir Tengah. Di tempat yang
baru, lingkungan baru, serta sekolah yang baru, aku baru menyadari ternyata di sini tidak
sedikit yang mengenakan hijab. Mulai dari anak kecil sampai lanjut
usia, teman-teman di sekolah pun banyak yang mengenakannya, yang selama ini
aku mengira hijab hanya
dipakai oleh mereka yang sekolah di pondok pesantren (pikiran dusun). Aku masuk
pengembangan diri rohis disekolah, saat itulah aku mulai mengenal hijab dan tidak
sedikit yang menyarankanku untuk mengenakannya. Tapi, meskipun demikian, dalam
diri masih belum ada keinginan untuk mengenakannya.
Tahun 2012,
Aku yang berstatus sebagai siswa
SMA, di sekolah favorit di kota Krui SMAN 1 Pesisir Tengah. Saat
kenaikan kelas XI ditahun itu, pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat
menetapkan Perda baru, salah
satunya mewajibkan semua muslimah yang bekerja di instansi pemerintahan
termasuk anak sekolah wajib mengenakan hijab. Alhasil dengan terpaksa aku
harus mengenakannya. -___-
Ceritanya,
Saat itu usai liburan semester, aku baru
pulang dari
liburan tepat dihari minggu dimana besoknya (Senin) mulai masuk sekolah hari
pertama disemester tiga (kelas XI), aku baru tahu bahwasanya ada peraturan baru
itu. Alhasil setibanya di rumah sekitar jam 8 pagi, tanpa
beres-beres mandi dan sebagainya, aku langsung pergi ke pasar untuk
menyambung seragam sekolah (lengan pendek jadi panjang) dan membeli hijab (yang
dibeli hanya 3 hijab, itu pun menyesuaikan seragam sekolah).
Senin pagi, hari pertama,
Pagi itu menjadi pagi yang sangat panjang, kacau, dan
sebagainya. Aku yang sama sekali tidak bisa mengenakan hijab, mencoba
memakainya sendiri. Dari subuh
hingga jam tujuh, tetap belum
selesai akhirnya
kakakku membantu memasangkannya dengan gaya hijab yang aku tidak suka, terpaksa kubongkar dan
aku kenakan sendiri. Hahaa… ribet binti runyem. Aku
benar-benar ingat gaya hijab “alay” yang kukenakan
kala itu wuahaaaaa (malu). Seiring
waktu berlalu, aku yang sudah mengenakan hijab seadanya (jauh dari
kata syar’i) dan itu hanya berlaku
disekolah. Sama sekali belum ada niatan mengenakannya di rumah.
Keinginan untuk mengenakannya sempat muncul tetapi seakan tak ada respon hanya
terlintas dipikiran saja.
Aku memang dekat dengan orang-orang
yang begitu dekat dengan-Nya dan beberapa mengenakan hijab syar’i. Aku merasa nyaman ketika
bersama mereka. Aku memang tidak mengenakan hijab yang sebenarnya hanya mematuhi
peraturan yang berlaku, tetapi aku dikenalkan dengan norma-norma agamaku.
Banyak yang bilang aku baik, aku paham agama, tetapi sebenarnya aku belumlah
memahaminya bahkan jauh dari predikat soleha yang mereka sematkan.
Aku yang kala itu membenarkan
argumen ini, “hijab-pi
hati dulu baru luarnya”, “buat apa pake jilbab kalo kelakuan masih gak benar”. Hahaa
perkataan macam apa itu? Justru, hijab itu jalan utama menuju taat! Lagian hijab
kan kewajiban setiap muslimah (baru sadar hehee).
Back to
story,
Iya benar, kala itu hatiku pun masih
merasa sangat jauh dari mengingat-Nya (istighfar), tetapi aku pun bersyukur
karena masih ada kebaikan dihati ini. Aku masih menjaga sikapku masih
menyukai kebaikan, bahkan sampai dipanggil mba ustadzah oleh murid-murid TPA tempatku
mengaj. Meskipun
tidak jarang aku meninggalkan kewajiban sebagai hamba-Nya, terutama sholat dan
itu dengan sengaja. Astaghfirullah, aku malu.
Naik kelas XII,
Aku mulai mencoba mengenakan hijab syar’i (double/tebal/panjang) terkadang dan hanya disekolah. Meskipun demikian, aku mulai
merasakan nyaman ketika mengenakannya, Yah sangat terasa! Awalnya sih
nggak, soalnya ribet dan panasnya itu loh, hehee. Waktu berlalu dan aku sudah
menginjak semester 6, mulailah ada keinginan mengenakannya di rumah, itu
pun terkadang tidak benar-benar berlaku (Syetan masih terus berbisik dan aku
pun belum mampu
menolak).
Tak bisa dipungkiri, aku memang harus
banyak-banyak bersyukur. Lahir dari keluarga muslim, sejak kecil di tanamkan
nilai-nilai Islam dengan segala kebaikannya. Usia balita sudah di ajarkan
berpuasa, bahkan kelas 1 SD aku sudah
berpuasa penuh di bulan
Ramadhan (1 bulan penuh bro, gada yang bolong-bolong hehee). Mungkin karena
iming-iming hadiah yang diberikan orang tuaku jadi salah satu sebabnya, wkwkwk. Untuk
predikat membaca Al-Quran, aku pun di ajarkan sejak balita, nah menginjak kelas
1 SD pelajaran
baca Al-Quranku pun naik kelas, masuk Al-Quran (bukan iqra’ atau juz amma lagi
bro hehee) bahkan aku sudah fasih membacanya. Alhamdulillah,
dan tidak kalah penting, sholat. Iya aku ingat kala itu aku masih kelas 2 SD, aku lupa
tepatnya hari apa, jam berapa, tanggal
berapa, bulan apa
hehee. Waktu itu aku tidur siang dan kelepasan hingga maghrib, iya
adzan maghrib aku baru
bangun. Kalian tahu apa yang terjadi? Ya nggaklah kan belum dikasih tahu, wkwk.
Aku bangun dari tempat tidur, dan menanyakan kepada emak, “emak lampunya udah nyala, emang jam berapa?” (maklum listrik ditempatku cuma menyala dimalam hari dan itu pun hanya sampai jam 11 malam hehee). Emak jawab sudah maghrib. Jreeeng, aku menangis sejadi-jadinya.
Aku bangun dari tempat tidur, dan menanyakan kepada emak, “emak lampunya udah nyala, emang jam berapa?” (maklum listrik ditempatku cuma menyala dimalam hari dan itu pun hanya sampai jam 11 malam hehee). Emak jawab sudah maghrib. Jreeeng, aku menangis sejadi-jadinya.
Udah maghrib kok aku
nggak dibangunin, aku kan belum ashar huaaaaa, hehee agak lebay. Tapi coba bayangkan, di usiaku yang masih 7 tahun-an aku sudah
menangis karena meninggalkan sholat. Aku takut Allah membenci ku, aku
takut tidak masuk syurga, aku takut api neraka. Subhanallah, padahal saat itu aku belum lah baligh, bahkan dosa pun belum dicatat dan pahala yang dilakukan
seorang yang belum baligh bukanlah
untuk dirinya melainkan orang tua nya. Ets, jangan lupa aku pun harus
bersedih kenapa saat itu aku tidak mengenal hijab, padahal itu salah satu kewajiban
yang harus ku tunaikan.
Okay, back to
story of hijab hehee
Usai Ujian Nasional berlangsung,
selang satu minggu aku berangkat ke Bandar Lampung bersama kedua temanku. Kami bermaksud mengikuti bimbel guna
menyongsong
persiapan SBMPTN sebagai persiapan jikalau tidak lulus SNMPTN. Disana, aku
mengenal teman-teman baru dan tutor-tutor yang begitu dekat dengan-Nya,
mereka berpakaian syar’i mengenakan hijab syar’i (Sempurna, muslimah sejati). Dari
sinilah awal hati ini benar-benar tersentuh akan keindahan, kesejukan, dan kenyamanan
dibalik hijab. Mulailah ada
rasa untuk benar-benar mengenakan hijab tanpa melepasnya lagi.
Dimulai dari mencoba, kenyamanan
itu akhirnya benar-benar
terasa. Waktu berlalu, ku mulai mencoba
mengenakan hijab double, sedikit demi sedikit
pakaian yang ku kenakan semakin kulonggarkan. Tak ada lagi pakaian ketat atau
pun celana jeans, aku
mulai mengenakan rok, dan apa yang kurasakan? Iya rasanya nyaman.
Selang satu bulan pulang ke krui, aku benar tidak
melepasnya lagi. Balik lagi
karena bimbel belum usai, mulailah ada keinginan mengenakan kaos kaki, dengan
meminta pendapat teman-teman yang sudah mengenakannya. Lagi-lagi hati ini tersentuh akan
saran yang diberikan padaku, dan kuputuskan untuk benar mengenakan kaos kaki. Seiring berjalannya waktu, hijab double tebal tidak lagi lepas, kaos kaki
pun tetap ditempat seharusnya, celana yang berganti menjadi rok pun demikian,
juga baju longgar yang kukenakan, hingga sampai saat ini hijabku semakin mengulur dan semakin
memanjang.
Di balik hasrat diri berhijrah untuk
lebih mendekatkan diri dengan-Nya, tidak sedikit cobaan yang bertubi-tubi
menghampiri. Mulai dari
godaan untuk melepasnya, cemoohan bahkan gunjingan, sampai-sampai muncul
keraguan akan kebesaran-Nya karena musibah yang bermunculan, hingga timbul
pikiran Allah tidak adil, Asstaghfirullah, tetapi aku patut bersyukur, Allah masih memberiku setetes iman. Hal itu tidak membuatku mengingkari
keinginan hati yang begitu baik meskipun memang terkadang merasa upaya seakan
tak berguna. Asstaghfirullah
Lagi-lagi aku harus bersyukur,
memiliki orang tua yang mendukung penuh keinginanku untuk hijrah. Meski awalnya mereka merasa takut
jikalau anaknya terpengaruh aliran-aliran yang mengatasnamakan islam (hehee
maklum orang tua sangat mencintai anaknya). Dan kini, aku masuk
kuliah dan mengenal mereka yang begitu dekat dengan-Nya. Kebaikan itu semakin terasa juga
berpengaruh dengan hijab yang kukenakan
semakin mengulur hingga kepinggang sampai detik ini. “Yaa Allah
bimbinglah hamba agar bisa istiqomah dijalan-Mu. Aamiin.”
Yuk, buat teman-teman yang belum
berhijab, mari mulai sekarang kenakan hijabmu. Yang udah berhijab tapi belum syar’i alias masih ada unsur-unsur
selain karena-Nya, yuk perlahan hijrah menjadi syar’i. Nah yang udah
syar’i semoga tetap istiqomah
(ngomong buat diri sendiri juga hehee). In Syaa Allah ini adalah jalan agar kita
menjadi lebih taat. Gak percaya? Aku buktinya, hehee (bukan pamer loh -_-) tapi
beneran deh, itu argumen yang aku sebutin di atas gak benar. Itu semua buatan
mereka yang ingin menghancurkan mu wahai muslimah.
Ingat!!!
Hijab itu Kewajiban Setiap Muslimah!
So muslimah, tanpa harus mengumbar kecantikkanmu, kau
tetap perhiasan dunia. ^_^
Follow akun twitter aku yaa
@IndriyaniLahmi
Editor: Karunia Nurma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar