Selasa, 13 Januari 2015

Hilangnya Budaya 'Tabayyun' dan 'Ishlah'

Di era keterbukaan informasi ini segala macam berita bisa diakses dengan cepat melalui internet, bahkan gadget sekarang mampu digunakan layaknya sebuah komputer. Kemajuan ini tentu saja diiringi dengan berbagai masalah yang terjadi, utamanya dalam penyebaran informasi. Berita-berita yang terdapat dalam media online begitu update dan cepat sekali menyebar ke berbagai penjuru. Setiap orang bisa mengaksesnya tanpa adanya filter, sehingga tidak menutup kemungkinan benar atau tidaknya berita tersebut belum bisa dipastikan.

Sebagai seorang muslim yang harus dilakukan pertama kali jika mendengar atau membaca sebuah berita ada berbaik sangka (huznudzon), kemudian Allah memerintahkan kita untuk melakukan tabayyun (klarifikasi), sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Alquran surat al Hujurat ayat 6 ;  “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan menyesal atas perbuatanmu itu.”

Sikap yang benar yang harus dilakukan agar kita tidak terpancing oleh berita fitnah ialah sebagaimana ajaran Islam membimbing kita, di antaranya: Tidak semua berita harus kita dengar dan kita baca, khususnya berita yang membahas aib dan membahayakan pikiran. Tidak terburu-buru dalam menanggapi berita, akan tetapi diperlukan tabayyun dan pelan-pelan dalam menelusurinya. Rasululloh sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pelan-pelan itu dari Allah, sedangkan terburu-buru itu dari setan.” (Musnad Abu Ya’la: 7/247, dishohihkan oleh al-Albani: 4/404), Al-Imam Hasan al-Bashri rahimahulloh berkata: “Orang mukmin itu pelan-pelan sehingga jelas perkaranya.”.

Sudah jelas bahwa Islam dengan benar telah mengajarkan sikap yang tersebut, hal ini juga akan memperkuat kita dalam mengambil sebuah keputusan, semisal jika ada saudara kita yang telah lama tidak mengikuti kegiatan-kegiatan bersama dengan kita, tanpa kita tahu keadaannya sehingga kita terlalu cepat dalam mengambil keputusan untuk menghakiminya. Bahkan karena ada sedikit masalah dengannya, masalah tersebut menjadi berkembang dan menjalar kemana-mana, masa lalu pun diungkit-ungkit untuk mencari-cari kesalahan, aib diumbar ke mana-mana tanpa ada batasan. Hal itu dapat merusak sebuah hubungan persaudaraan yang sudah dibangun sekian lama, hanya karena kesalahan sedikit merusak segalanya. Kalimat islah (berdamai) pun hanya menjadi sebuah kata-kata tanpa makna. Perasaan egoisme saling merasa dirinya yang paling benar begitu tinggi membuat hubungan sulit berjalan dengan mulus.

Begitu pula yang terjadi pada para pemimpin negeri ini, sebagai pejabat Negara yang seharusnya mendamaikan dan menyejahterakan rakyat, justru mereka melakukan perbuatan yang tidak sepantasnya terjadi. Seorang pemimpin haruslah menjadi teladan untuk rakyatnya. Menciptakan perdamaian dalam masyarakatnya.

Persaudaraan dalam Islam seperti bangunan struktur yang kokoh dan kuat. Masing-masing struktur bangunan itu saling memperkokoh dan memperkuat persaudaraan. Rasulullah pernah bersabda: “Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?” tanya Rasulullah SAW. Sahabat menjawab, “Tentu saja!” Rasulullah pun kemudian menjelaskan, “Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwah di antara mereka, (semua itu) adalah amal shalih yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan” (H.R. Bukhari-Muslim).

Seorang muslim harus seperti anggota badan yang satu. Jika salah satu anggota badan sakit badan yang lain turut merasakan sakit. Di dalamnya ada solidaritas. Merasa prihatin atas penderitaan yang dirasakan orang lain.
Jangan biarkan kesalahpahaman tumbuh. Jangan biarkan adanya potensi dan bibit-bibit perpecahan atau pertengkaran. Segeralah diselesaikan jika ada. Tabayyun dan Islah adalah bagian dari kewajiban kita. Dengan budaya tabayyun dan islah kita harus meluruskan yang tidak lurus, mendamaikan yang tidak damai, dan menghilangkan kesalahpahaman.
Wallahu’alam bishowwab.


sumber: Dakwatuna.com 
oleh #kabid-syiar


0 komentar:

Posting Komentar